Dalam kepercayaan orang Chinese, sebelum
Imlek, dewa Dapur atau yang dikenal dengan nama Zao Jun atau Zao
Shen, akan pergi ke Surga dan melapor kepada Kaisar Langit
atau Yu Huang. Dia akan melaporkan tindak tanduk seluruh keluarga
selama setahun. Mirip acara bagi rapor di sekolah. Konon yang rapornya
merah akan menentukan perolehan rejeki ditahun mendatang. Begitulah
kisahnya. Tak heran di ASEAN, di Negara-negara yang banyak penduduk
Chinese, dewa Dapur memiliki tempat yang sangat istimewa. Terutama di
Vietnam. Karena dewa Dapur dianggap sebagai penghubung yang paling
kritis, maka sebelum Imlek, dibuatlah sesajen buat dewa Dapur dengan
aneka makanan yang mewah dan manis-manis. Logikanya, kalau dewa Dapur
terpuaskan, diharapkan ia akan melapor yang manis-manis kepada Kaisar
Langit.
Ada banyak versi dongeng dan cerita
tentang asal usul Zao Jun bisa menjadi Dewa Dapur. Namun yang paling
popular adalah versi yang berasal kira-kira 200 tahun sebelum Masehi.
Menurut cerita, Zao Jun, tadinya orang biasa saja. Namanya Zhang Lang.
Ia menikah dengan seorang wanita, yang cantik dan bijaksana. Tetapi
entah kenapa, akhirnya ia kepincut dengan wanita yang lebih muda. Jatuh
cinta dan meninggalkan istrinya. Akibat dari perbuatannya, konon
penguasa langit tidak berkenan dan menjatuhkan hukuman sehingga ia
akhirnya menjadi buta. Pacarnya yang muda itupun akhirnya meninggalkan
Zhang Lang. Untuk hidup Zhang Lang terpaksa menjadi pengemis.
Suatu hari ketika ia mengemis dijalanan,
apa daya ia nyasar ke rumahnya dahulu. Karena buta ia tidak lagi bisa
mengenali rumah dan istrinya. Walaupun perlakuam Zhang Lang terhadap
istrinya sangat tidak terpuji, istrinya yang bijaksana, tetap saja
kasihan. Lalu sang istri memasak semua masakan kesukaan Zhang Lang.
Sambil merawat Zhang Lang. Entah bagaimana, Zhang Lang yang tersentuh
dengan kebaikan budi istrinya, lalu menceritakan kisah perjalanan
hidupnya, sambil menangis tersedu-sedu dengan penuh penyesalan. Istrinya
merasa kasihan, setelah Zhang Lang mengaku menyesal dan minta maaf. Ia
minta Zhang Lang tidak lagi menangis dan membuka matanya. Kutukan yang
membuat Zhang Lang buta, tiba-tiba hilang. Zhang Lang kembali pulih
penglihatannya. Ia kembali dapat melihat. Ketika melihat istrinya, Zhang
Lang merasa sangat malu, dan menjatuhkan dirinya ke tungku api. Akhir
cerita yang tragis Zhang Lang terbakar, dan meninggal.
Istri Zhang Lang yang bijaksana ini,
akhirnya membuat sebuah kuil atau toapekong kecil diatas tungku dapur
sebagai peringatan atas suaminya. Penguasa langit yang merasa kasihan
dengan nasib Zhang Lang dan kagum dengan pengabdian sang istri,
akhirnya tidak tega. Lalu Zhang Lang dipertemukan kembali dengan
istrinya. Demikianlah dongeng ini berakhir dengan akhir yang penuh
kebahagiaan. Kesaktian dari dewa dapur konon menjadi legendaris pas
dijaman dinasti Han. Menurut cerita ada seorang petani miskin bernama
Yin Zifang. Saat itu kebetulan pagi di hari Imlek. Yin Zifang sedang
memasak makanan pagi didapurnya. Lalu tiba-tiba muncul dewa dapur. Yin
Zifang terkejut, dan untuk menghormati sang dewa, ia menyembelih
kambing satu-satunya milik dia. Dan memasak makanan yang lezat untuk
sang dewa. Sang dewa tersentuh dengan kebaikan hati Yin Zifang. Lalu
memberinya rejeki yang berlimpah. Hidup Yin Zifang berubah. Ia menjadi
kaya raya. Dan sebagai penghormatan ia selalu menyembelih se-ekor
kambing sebagau ucapan terima kasih pada saat Imlek. Cerita ini lalu
menyebar dengan sangat cepat. Sejak saat itu tradisi penghormatan untuk
dewa dapur saat Imlek akhirnya menjadi ritual yang dipertahankan
hingga kini.
Salah satu sajian khas Imlek yang konon diperuntukan untuk dewa dapur adalah kue khusus, yang diberi nama Nian Gao.
Arti sebenarnya dari Nian Gao adalah kue dari ketan. Namun Nian Gao
memiliki ucapan yang mirip juga dengan kata-kata tahun dan lebih
tinggi. Nian Gao sebagai perlambang seringkali dilafalkan dengan arti
simbolik sebagai status yang lebih tinggi di tahun baru. Tak heran
apabila kue yang terbuat dari ketan ini memiliki arti yang sangat
emosional. Sebagai harapan untuk memperoleh rejeki yang lebih berlimpah
di tahun yang baru.
Kue Nian Gao ini di
daratan Tiongkok sendiri terdiri dari 2 versi. Versi asin dan manis.
Tergantung dari wilayah-nya. Di wilayah ASIA lain-nya kue Nian Gao juga
beredar dengan perubahan dan evolusi yang berbeda-beda. Di Indonesia,
kaum Peranakan menyebutnya kue keranjang. Konon
asalnya dahulu kue ini dicetak di sebuah keranjang kecil, sehingga
disebut secara popular sebagai kue keranjang. Menurut nenek saya,
terkadang kue keranjang ini diplesetkan atau disingkat menjadi kue ranjang.
Nenek saya tidak tahu apa alas an-nya, tetapi beliau menduga karena
kue ini empuk mirip ranjang. Beliau juga bercerita bahwa kue ini cukup
sacral. Konon menurut beliau, pembuat kue ini dijaman dahulu, selalu
memperkerjakan gadis-gadis yang masih perawan dan belum menikah sebagai
tukang masak kue. Dan para gadis-gadis belia ini harus dalam keadaan
bersih dan tidak sedang menstruasi. Konon bila tidak dituruti, kue yang
dimasak dalam kuali atau wajan besar seringkali tidak masak atau keras
ditengah.
Cara menikmati kue keranjang ini sangat
mudah. Apabila masih baru, ia cukup dipotong dan langsung dimakan. Atau
digoreng dengan diberi lapisan telur dan terigu. Kue keranjang bisa
disimpan cukup lama. Kalau sudah mengeras, biasanya dimakan dengan cara
di tim atau dikukus lebih dahulu. Nenek saya sering menjemur sisa kue
keranjang yang tidak terhabiskan. Lalu sesekali menghidangkan-nya
kembali. Saya pernah bertanya kepada beliau apa alasannya. Beliau
menjawab dengan sederhana namun filosofis sekali. Pertama, dijaman
dahulu tidak ada ice cream yang enak dan sebanyak sekarang. Maka
bilamana kita sedang stress dan ingin menikmati sesuatu yang manis, kue
keranjang yang kering dikeluarkan kembali, lalu dikukus dan jadilah
snack manis yang menghibur. Alasan kedua, nenek saya mengatakan, ia
selalu menyimpan kue keranjang sebagai ingatan bahwa dalam hidup ini
kita perlu memiliki simpanan hal-hal yang manis. Dan sesekali menjadi
kekuatan yang member kita semangat, bahwa hidup selalu memiliki sisi
yang manis. Tidak melulu kepahitan. Nenek saya memang bijak. Ceritanya
tentang kue yang sederhana ini selalu menjadi ingatan saya dikala
saat-saat susah. Menjadi nyala semangat yang sering mendorong saya
bangkit dalam setiap krisis.
0 komentar:
Posting Komentar